(Unila)Universitas Lampung mengadakan pertemuan strategis pada Kamis (15/5) untuk meninjau perkembangan proyek Rumah Sakit Pendidikan (RSPTN). Acara ini dihadiri oleh Ms. Yumiko Yamakawa dan tim dari Asian Development Bank (ADB), Prof. Kharisun dari Project Management Unit (PMU) Kemendiktisaintek, para pengelola proyek (PIU) UNILA, serta tim konsultan.
Acara diawali dengan kunjungan ke area pembangunan RSPTN dan IRC. Para peserta meninjau langsung gedung RSPTN dan IRC dengan memasuki ruang-ruang di beberapa lantai gedung tersebut. Selanjutnya tim menuju ke gedung sekretariat proyek HETI untuk melakukan diskusi.
Dalam pembukaan oleh Prof. Satria selaku manajer PIU disampaikan sekilas perkembangan pembangunan RSPTN sampai saat ini. Apresiasi juga diberikan kepada para peserta atas dukungan kepada tim PIU dalam proyek ini.
Sementara itu, Prof. Ayi Ahadiat selaku Wakil Rektor bidang Perencanaan, Kerjasama, dan TI, menegaskan bahwa RSPTN bukan sekadar pembangunan fasilitas kesehatan, tetapi juga upaya besar dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan medis di Lampung serta Indonesia secara keseluruhan.
Presentasi capaian pembangunan RSPTN-IRC Unila secara ringkas disampaikan oleh Ir. Andius Dasa Putra, Ph.D. selaku wakil manajer PIU. Capaian pekerjaan pada bidang civil work, capacity development,procurement, safeguard, dan gender action plan turut disajikan.
Secara umum pertemuan ini berfokus pada beberapa aspek penting, termasuk pengembangan kapasitas tenaga medis, efisiensi anggaran, implementasi sistem digital, serta strategi keberlanjutan yang akan memastikan operasional rumah sakit berjalan optimal. Ibu Yumiko menyoroti pentingnya evaluasi berkala, yang menjadi kunci dalam mengukur efektivitas dan kesuksesan proyek.
Dalam sesi pengembangan kapasitas, dr. Dian Isti Anggraini menyampaikan pencapaian signifikan dalam program riset dan pendidikan yang telah berjalan sejak 2022 hingga 2024. Salah satu hasil penting antara lain sumbangan proyek HETI RSPTN-IRC dalam peningkatan jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Unila, yaitu dari 160 pada tahun 2022 menjadi 954 hingga 2025, yang menunjukkan pertumbuhan pesat dalam inovasi akademik dan penelitian. Selain itu, UNILA juga mencatat 949 publikasi akademik, mendekati target 95% untuk tahun ini.
Namun, salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah pemangkasan anggaran pengembangan kapasitas, yang turun dari Rp 14 miliar menjadi Rp 2 miliar. Untuk mengatasi kendala ini, Ms. Yumiko mengusulkan integrasi anggaran pengembangan kapasitas dengan alokasi penelitian universitas, sehingga program pendidikan dan penelitian dapat terus berjalan tanpa hambatan finansial.
Dalam aspek teknologi, Surahyo Sumarsono selaku IT Specialist menyoroti pentingnya penerapan Health Information System (HIS) yang akan terintegrasi dengan Satu Sehat, sistem kesehatan nasional Indonesia. Meskipun proyek ini membawa inovasi besar dalam manajemen data medis, masih terdapat tantangan terkait konektivitas fiber optik dan infrastruktur pusat data. Solusi yang diusulkan adalah koneksi langsung antara data center UNILA dan rumah sakit, yang akan meningkatkan kecepatan akses serta stabilitas sistem.
Transformasi digital juga diterapkan dalam operasional rumah sakit. dr. Jimmy selaku Hospital Manajemen System (HMS) menekankan pentingnya prosedur operasional standar yang mencakup sistem klinis dan non-klinis berbasis digital. Sementara itu, untuk memastikan efektivitas implementasi teknologi, Ms. Yumiko menyarankan metode pelatihan bertahap dengan kelompok kecil, yaitu 20 peserta per sesi, dibandingkan pelatihan dalam jumlah besar, agar alokasi anggaran tetap efisien tanpa mengorbankan kualitas pembelajaran.
Dari aspek pengadaan, Agung Cahyo Nugroho,M.T selaku PIC mengungkapkan bahwa proyek konstruksi telah mencapai 50%, dengan target penyelesaian pada Oktober 2025. Namun, tantangan lain muncul dalam hal pengadaan peralatan medis dan IT, yang kemungkinan baru dapat terealisasi pada 2026 akibat keterbatasan anggaran. Untuk mengatasi ini, strategi pengadaan difokuskan pada pemindahan sumber pemasok dari internasional ke nasional, guna menyederhanakan proses serta memastikan efisiensi biaya.
Dari segi infrastruktur, UNILA juga menghadapi tantangan dalam penyediaan ruang ICU dan isolasi. dr. Jimmy mengungkapkan bahwa kebutuhan ideal adalah 10 kamar ICU, namun karena keterbatasan biaya, solusi pemanfaatan kembali ruang yang ada menjadi alternatif agar rumah sakit tetap dapat beroperasi maksimal tanpa biaya tambahan yang besar.
Untuk memastikan keberlanjutan proyek, Ms. Bina (ADB) menyoroti pentingnya konsep green building, dengan target sertifikasi bangunan hijau yang mencakup penggunaan panel surya, retensi air hujan, serta penghijauan kawasan rumah sakit. Namun, masih diperlukan konfirmasi lebih lanjut dari pihak UNILA terkait implementasi prinsip keberlanjutan dalam keseluruhan proyek.
Sementara itu, aspek Gender Action Plan (GAP) mendapat perhatian khusus dalam pertemuan ini. Eka Tiara Chandra selaku konsultan GAP menyampaikan berbagai langkah untuk menjadikan RSPTN sebagai fasilitas inklusif, termasuk penyediaan ruang laktasi, ruang ramah anak, serta aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. UNILA juga telah memulai kampanye kesadaran gender, termasuk pemasangan spanduk anti-kekerasan dan dialog dengan komunitas disabilitas guna memastikan inklusivitas dalam operasional rumah sakit.
Sepanjang pertemuan, para peserta menyampaikan pandangan mereka terkait arah strategis proyek. Prof. Ayi mewakili Unila secara khusu menekankan perlunya mitigasi risiko dalam manajemen rumah sakit serta penguatan kolaborasi. Sementara itu Ms. Yumiko menegaskan bahwa evaluasi sistem digital dan keberlanjutan anggaran adalah kunci utama dalam kesuksesan proyek.
Kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan ini mendukung proyek RSPTN Unila untuk terus dikembangkan dengan fokus pada keberlanjutan anggaran, efisiensi operasional, serta integrasi teknologi yang lebih baik. Strategi konkret seperti pemanfaatan kembali ruangan, perubahan sistem pengadaan, integrasi data center, dan pelatihan bertahap menunjukkan bahwa Unila berkomitmen mengoptimalkan sumber daya yang tersedia tanpa mengorbankan kualitas layanan kesehatan dan pendidikan.
Dengan kolaborasi erat dari seluruh pemangku kepentingan, Unila berharap proyek Rumah Sakit Pendidikan dapat menjadi model pelayanan kesehatan inovatif dan berkelanjutan di Indonesia. (Dedi,Clarisa)






















